Saddharmapundarika-sutra
Agama Buddha Niciren Syosyu adalah agama Buddha mazhab Mahayana yang didirikan oleh Buddha Niciren pada tahun 1253. Satu-satunya sutra yang menjadi dasar acuan seluruh ajaran agama Buddha Niciren Syosyu adalah Saddharma Pundarika-sutra. Alasannya adalah karena Saddharmapundarika-sutra merupakan sutra terunggul dari seluruh ajaran yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Ini secara gamblang dinyatakan langsung oleh Buddha Sakyamuni sendiri yang tertera dalam sutra tersebut.
Saddharma Pundarika-sutra merupakan sutra kebanggaan dari kaum Mahayana. Bersama dengan dua sutra lainnya yang selalu disatukan dengan Saddharma Pundarika-sutra, yakni Amitarta Sutra (The Sutra of Innumerable Meanings/ Sutra Makna Tidak Terhingga) dan Sutra Meditasi dari Bodhisattva Samantabadra (The Sutra of Meditation on The Bodhisattva Universal Virtue) merupakan salah satu dari literatur terpenting kaum Mahayana dan termasuk dalam dokumen utama dari agama-agama di dunia (Soothill, 1984).
Ajaran Buddha Sakyamuni memang tak terkirakan banyaknya. Demikian banyaknya sehingga sering diistilahkan dengan 84.000 gudang sutra. Seorang arif bijaksana dari Cina bernama Chih-I (sering diberi gelar Mahaguru Tien-Tai), membuat sistematika dari ajaran Buddha Sakyamuni yang sedemikian banyak itu. Sistematika dari ajaran tersebut terbagi dalam Lima Waktu Pembabaran Ajaran. Adapun penggolongan lima waktu dari Mahaguru Tien-Tai adalah :
- Masa Avatamsaka (21 hari)
- Masa Agama (12 tahun)
- Masa Vaipulya (16 tahun)
- Masa Prajna Paramita (14 tahun)
- Masa Saddharmapundarika & Nirvana (8 tahun) -- Mahayana
Penggolongan ini disusun mulai dari ajaran yang rendah sampai dengan yang terunggul. Ajaran yang terunggul adalah ajaran yang menerangkan bahwa manusia dapat membuka kesadaran Buddha yang terdapat di dalam jiwanya; dan hal ini hanya dijelaskan dalam Saddharma Pundarika-sutra. Sutra-sutra sebelumnya hanya bertujuan untuk membimbing pemahaman umat terhadap hal ini. Berdasarkan pembagian ini, jelas bahwa Mahaguru Tien-Tai mendudukan masa Saddharma Pundarika, yaitu masa 8 tahun sebelum kemoksyaannya; sebagai masa pembabaran hukum yang terpenting.
Perihal Saddharma Pundarika-sutra sebagai Sutra yang terunggul, sebenarnya telah dikemukakan oleh Sang Buddha sendiri di dalam Amitarta Sutra (The Sutra of Innumerable Meanings), yang merupakan Sutra pembuka dari Saddharma Pundarika-sutra. Di dalam Bab II Amitarta Sutra, Sang Buddha mengatakan :
Yang dimaksud dengan pembabaran ajaran selama empat puluh tahun lebih adalah ajaran-ajaran yang dibabarkan sebelum Saddharmapundarika-sutra, yakni dari masa Avatamsaka, Agama, Vaipulya, serta Prajna Paramita. Alasan mengapa selama empat puluh tahun belum mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya, adalah karena umat pada waktu itu belum dapat menerima ajaran Saddharmapundarika-sutra sehingga masih perlu dibimbing secara bertahap sampai matang untuk dapat mengerti sutra tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Buddha Sakyamuni dalam Saddharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya, yakni :
Saddharmapundarika-sutra dikatakan sebagai sutra yang terunggul karena dalam sutra ini Buddha Sakyamuni menjelaskan tentang Prinsip Ekayana (Ekabuddhayana), yang berarti Kendaraan Buddha yang Tunggal. Prinsip Ekabuddhayana ini dengan tegas menjelaskan bahwa hanya ada satu kendaraan Buddha yang dapat membawa manusia mencapai kesadaran Buddha, yaitu hanya melalui Saddharmapundarika-sutra. Tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni di dunia adalah untuk membabarkan Ekabuddhayana ini, bukan untuk membabarkan Triyana : Sravakayana, Pratyekabuddhayana, dan Bodhisattvayana. Hal ini dibabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya :
Sutra ini merupakan sutra yang terunggul juga karena merupakan Sutra yang membuat seluruh Buddha dari masa lampau dan masa yang akan datang mencapai kesadaran. Hal ini dikemukakan dalam Bab II Upaya Kausalya, bahwa :
Dari kutipan-kutipan kalimat di atas, jelas diterangkan bahwa Saddharmapundarika-sutra merupakan sutra yang membuat seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha.
Karena hanya ada satu kendaraan Buddha yang bisa membawa umat manusia mencapai kebahagiaan mutlak, dan kendaraan ini hanya terdapat di dalam Saddharmapundarika-sutra, maka Buddha Sakyamuni dengan tegas memperingati murid-muridNya untuk meninggalkan filosofi lain sebelum mempelajari Saddharmapundarika-sutra. Hal ini terdapat di dalam Bab III Perumpamaan,
Prinsip ekayana ini sebagaimana terlihat dalam kutipan di atas, tidak hanya menekankan untuk meninggalkan filosofi lain selain ajaran Buddha, namun juga meluruskan seluruh ajaran-ajaran Beliau sendiri. Sang Buddha dengan keras memperingatkan murid-murid-Nya di dalam Bab XIV Hidup Tenang :
Di dalam sutra ini juga dijelaskan bahwa Saddharmapundarika-sutra juga merupakan satu-satunya sutra yang memungkinkan para Sravaka dan Pratyekabuddha (Arahat) mencapai kesadaran Buddha. Sariputra, salah seorang Sravaka, murid Buddha Sakyamuni mengatakan di dalam Sadharmapundarika-sutra Bab III Perumpamaan :
Kemudian di dalam Bab IV Sasaran Yang Tepat, dikatakan oleh Para Sravaka sendiri, bahwa :
Karena sutra ini menerangkan intisari dari ajaran seumur hidup Buddha Sakyamuni, dan sutra ini merupakan sutra yang kontroversial dengan sutra-sutra sebelumnya, maka sulit dipercaya dan dimengerti oleh murid-murid-Nya. Hal ini dikemukakan di dalam Bab X Dharma Duta, yakni :
Demikian tingginya ajaran Buddha Sakyamuni dalam Sadharmapundarika-sutra, sehingga banyak di antara murid-murid-Nya sendiri yang tidak bisa mengerti. Sekitar 5000 Bhiksu dan Bhiksuni, yang mengira diri mereka telah memahami ajaran Sang Buddha yang sebenarnya, meninggalkan persamuan ketika Saddharmapundarika-sutra akan dibabarkan. Mereka ini disebut oleh Sang Buddha sendiri sebagai `ranting dan daun` yang tidak berguna. Hal ini jelas diterangkan oleh Buddha Sakyamuni di dalam Sadharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya :
Saddharmapundarika-sutra merupakan sutra yang kontroversial dibandingkan dengan sutra-sutra sebelumnya. Sutra ini meluruskan pengikut-pengikut Buddha Sakyamuni yang terikat kepada ajaran-ajaran sebelumnya. Karena itu, Sang Buddha sendiri telah meramalkan akan adanya penganiayaan terhadap pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Hal ini banyak dijelaskan di dalam Saddharmapundarika-sutra, salah satunya di dalam Bab X Dharma Duta, yakni :
Meskipun akan mendapat berbagai penganiayaan terhadap pelaksana Saddharmapundarika-sutra, Sang Buddha tetap mengamanatkan murid-muridNya untuk menyebarluaskan sutra ini di masa penuh kekeruhan, dan para murid (Bodhisattva) tersebut menyanggupinya, yang diterangkan dalam Bab XIII Penegakan, yakni :
Perihal penyebarluasan sutra ini, Buddha Sakyamuni sendiri telah meramalkan di dalam Bab XXIII Bodhisattva Baisyajaraja bahwa hukum ini akan tersebar luas di dalam 500 tahun yang terakhir setelah kemoksyaan Sang Buddha. Perihal 500 tahun yang terakhir ini, berarti masa 2000 tahun setelah kemoksyaan Sang Buddha (masa 500 tahun ke lima dari 5 kali 500 tahun) yang telah diterangkan di dalam sutra Mahasanghata. Masa ini disebut sebagai Masa Akhir Dharma, yaitu zaman sekarang ini dan berlangsung untuk selama-lamanya. Isi dari suatu sutra sudah tercakup pada judulnya. Hal ini sama seperti dengan mengatakan "Indonesia" kita bisa bercerita tentang segala sesuatu yang tercakup pada kata itu. Kata Indonesia itu mencakup gugusan pulau-pulau yang tak terhitung banyaknya, ratusan suku bangsa dan budayanya, fauna dan flora, serta lain sebagainya. Segala sesuatunya itu telah tercakup dalam kata Indonesia. Demikian pula, judul "Saddharmapundarika-sutra" telah mencakup isi sutra secara keseluruhan. Berdasarkan pemahaman ini Buddha Niciren merumuskan mantra Nammyohorengekyo, yang berasal dari kata Namas (memasrahkan/ manunggal) dan Myohorengekyo (Saddharmapundarika-sutra) sebagai pertapaan utama sekte Niciren Syosyu. Lebih lanjut lagi, mantra tersebut diwujudkan menjadi Mandala Pusaka Gohonzon sebagai pusaka pemujaan umat Buddha Niciren Syosyu. Tulisan Nammyohorengekyo - Niciren terletak di tengah-tengahnya. Jadi, jelas bahwa Mandala Pusaka Gohonzon yang diagungkan oleh umat Buddha Niciren Syosyu adalah perwujudan dari Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Percaya kepada mandala ini dengan menyebut Nammyohorengekyo akan membawa orang kepada pencapaian kesadaran Buddha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Saddharmapundarika-sutra pada Masa Akhir Dharma ini telah diwujudkan menjadi mandala pusaka Gohonzon.
Perihal Saddharma Pundarika-sutra sebagai Sutra yang terunggul, sebenarnya telah dikemukakan oleh Sang Buddha sendiri di dalam Amitarta Sutra (The Sutra of Innumerable Meanings), yang merupakan Sutra pembuka dari Saddharma Pundarika-sutra. Di dalam Bab II Amitarta Sutra, Sang Buddha mengatakan :
I knew that the natures and desires of all living beings were not equal. As their natures and desires were not equal I preached the Law variously. It was with tactful power that I preached the Law variously. In forty years and more, the truth has not been revealed yet.
Yang dimaksud dengan pembabaran ajaran selama empat puluh tahun lebih adalah ajaran-ajaran yang dibabarkan sebelum Saddharmapundarika-sutra, yakni dari masa Avatamsaka, Agama, Vaipulya, serta Prajna Paramita. Alasan mengapa selama empat puluh tahun belum mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya, adalah karena umat pada waktu itu belum dapat menerima ajaran Saddharmapundarika-sutra sehingga masih perlu dibimbing secara bertahap sampai matang untuk dapat mengerti sutra tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Buddha Sakyamuni dalam Saddharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya, yakni :
Aku telah mengetrapkan cara-cara yang penuh kebijaksanaan untuk mempermudah mereka memasuki kebijaksanaan Sang Buddha. Tetapi belum pernah Aku sabdakan, "Kalian semua akan mencapai jalan Kebuddhaan. Alasan mengapa Aku tidak pernah bersabda demikian itu ialah bahwa waktu untuk mengatakannya belumlah tiba. Tetapi sekarang inilah masanya".
Saddharmapundarika-sutra dikatakan sebagai sutra yang terunggul karena dalam sutra ini Buddha Sakyamuni menjelaskan tentang Prinsip Ekayana (Ekabuddhayana), yang berarti Kendaraan Buddha yang Tunggal. Prinsip Ekabuddhayana ini dengan tegas menjelaskan bahwa hanya ada satu kendaraan Buddha yang dapat membawa manusia mencapai kesadaran Buddha, yaitu hanya melalui Saddharmapundarika-sutra. Tujuan kehadiran Buddha Sakyamuni di dunia adalah untuk membabarkan Ekabuddhayana ini, bukan untuk membabarkan Triyana : Sravakayana, Pratyekabuddhayana, dan Bodhisattvayana. Hal ini dibabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya :
Para Buddha Tathagata itu hanya mengajar para Bodhisattva saja... Sang Tathagata hanya dengan sarana dan wahana Buddha saja mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan kepada seluruh mahluk hidup, jadi tidak terdapat kendaraan lainnya, baik kendaraan kedua maupun yang ketiga.... Seluruh hukum-hukum kesunyataan ini hanya diperuntukkan bagi Satu Kendaraan Buddha sehingga para mahluk hidup yang telah mendengar Hukum dari para Buddha itu pada akhirnya dapat memperoleh pengetahuan yang sempurna .... di dalam masa kehancuran kalpa yang menggelisahkan itu semua umat menjadi begitu bernoda karena rasa tamak dan iri yang membawa mereka ke arah kedewasaan setiap akar kejahatan, maka para Buddha dengan segala kekuatan-kekuatan yang penuh kebijaksanaan dan di dalam satu kendaraan Buddha menerangkan dan memperbeda-bedakan ke-Tiga kendaraan.
Sutra ini merupakan sutra yang terunggul juga karena merupakan Sutra yang membuat seluruh Buddha dari masa lampau dan masa yang akan datang mencapai kesadaran. Hal ini dikemukakan dalam Bab II Upaya Kausalya, bahwa :
Jika terdapat seorang dari para Buddha yang telah silam, baik masih hidup maupun sudah moksya, telah mendengar Hukum ini, mereka telah mencapai jalan kebuddhaan. Semua para Buddha yang akan datang, yang berjumlah tak terbatas, seluruh Tathagata - Tathagata ini juga mengkhotbahkan hukum dengan cara-cara yang bijak, menyelamatkan semua mahluk hidup agar memasuki kebijaksanaan Buddha yang tiada cela.
Dari kutipan-kutipan kalimat di atas, jelas diterangkan bahwa Saddharmapundarika-sutra merupakan sutra yang membuat seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha.
Karena hanya ada satu kendaraan Buddha yang bisa membawa umat manusia mencapai kebahagiaan mutlak, dan kendaraan ini hanya terdapat di dalam Saddharmapundarika-sutra, maka Buddha Sakyamuni dengan tegas memperingati murid-muridNya untuk meninggalkan filosofi lain sebelum mempelajari Saddharmapundarika-sutra. Hal ini terdapat di dalam Bab III Perumpamaan,
...So those who seek the sutra, Having obtained it, receive it without profound obeisance, and those who are not again, Bent on seeking other sutras, and also have never minded, Books or other philosophies, to such people as these, Then you may preached it
Prinsip ekayana ini sebagaimana terlihat dalam kutipan di atas, tidak hanya menekankan untuk meninggalkan filosofi lain selain ajaran Buddha, namun juga meluruskan seluruh ajaran-ajaran Beliau sendiri. Sang Buddha dengan keras memperingatkan murid-murid-Nya di dalam Bab XIV Hidup Tenang :
If there be any Bodhisattva who, in the future evil age... he must occupy his (proper) sphere action and his proper sphere of intimacy... nor does he consort with men of arrogance who are fond of studying the Tripitaka of Hinayana, with commandment - breaking bhiksus, arhats (only) in name, or with bhiksunis fond of jocularity...
Di dalam sutra ini juga dijelaskan bahwa Saddharmapundarika-sutra juga merupakan satu-satunya sutra yang memungkinkan para Sravaka dan Pratyekabuddha (Arahat) mencapai kesadaran Buddha. Sariputra, salah seorang Sravaka, murid Buddha Sakyamuni mengatakan di dalam Sadharmapundarika-sutra Bab III Perumpamaan :
Kami bersama-sama telah berkecimpung di dalam Dharma, tetapi mengapa Sang Tathagata membina, menyelamatkan kami dengan Hinayana? Ini mungkin salah kami sendiri, bukan salah Yang Dipuja Dunia. Mengapa? Karena bila kami mendengar uraian Beliau mengenai pencapaian Penerangan Sejati, seharusnya kami dibebaskan dengan Mahayana, karena kami tak menangkap cara yang demikian halus dalam menangkap sesuatu yang mendalam.
Kemudian di dalam Bab IV Sasaran Yang Tepat, dikatakan oleh Para Sravaka sendiri, bahwa :
Sekarang kami telah mendapatkan Jalan, bahkan kami telah menerima hasil pahala. Di dalam Hukum yang sempurna ini, kami mendapatkan pandangan yang terang.
Karena sutra ini menerangkan intisari dari ajaran seumur hidup Buddha Sakyamuni, dan sutra ini merupakan sutra yang kontroversial dengan sutra-sutra sebelumnya, maka sulit dipercaya dan dimengerti oleh murid-murid-Nya. Hal ini dikemukakan di dalam Bab X Dharma Duta, yakni :
Aku khotbahkan sutra-sutra sebanyak beribu-ribu koti yang tak terbatas, baik yang sudah selesai dikhotbahkan, sedang dikhotbahkan sekarang, ataupun yang akan dikhotbahkan di masa mendatang, dan diantara semua itu, Sutra inilah yang paling sulit dipercaya dan paling sulit dipahami
Demikian tingginya ajaran Buddha Sakyamuni dalam Sadharmapundarika-sutra, sehingga banyak di antara murid-murid-Nya sendiri yang tidak bisa mengerti. Sekitar 5000 Bhiksu dan Bhiksuni, yang mengira diri mereka telah memahami ajaran Sang Buddha yang sebenarnya, meninggalkan persamuan ketika Saddharmapundarika-sutra akan dibabarkan. Mereka ini disebut oleh Sang Buddha sendiri sebagai `ranting dan daun` yang tidak berguna. Hal ini jelas diterangkan oleh Buddha Sakyamuni di dalam Sadharmapundarika-sutra Bab II Upaya Kausalya :
Karena akar kedosaan yang ada di dalam diri orang-orang ini sangat begitu dalam dan sifat sombongnya sangat besar sehingga mereka berpendapat bahwa mereka telah memperoleh apa yang sebetulnya belum mereka dapatkan dan telah membuktikan apa yang sebenarnya belum mereka buktikan.
Saddharmapundarika-sutra merupakan sutra yang kontroversial dibandingkan dengan sutra-sutra sebelumnya. Sutra ini meluruskan pengikut-pengikut Buddha Sakyamuni yang terikat kepada ajaran-ajaran sebelumnya. Karena itu, Sang Buddha sendiri telah meramalkan akan adanya penganiayaan terhadap pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Hal ini banyak dijelaskan di dalam Saddharmapundarika-sutra, salah satunya di dalam Bab X Dharma Duta, yakni :
Seandainya ketika ia mengkhotbahkan sutra ini, ada orang dengan mulut yang jahil mencercanya, atau memukulnya dengan pedang, tongkat, kreweng, atau batu, demi Sang Buddha, biarlah ia bersabar hati
Meskipun akan mendapat berbagai penganiayaan terhadap pelaksana Saddharmapundarika-sutra, Sang Buddha tetap mengamanatkan murid-muridNya untuk menyebarluaskan sutra ini di masa penuh kekeruhan, dan para murid (Bodhisattva) tersebut menyanggupinya, yang diterangkan dalam Bab XIII Penegakan, yakni :
Di dalam masa durhaka dari kalpa yang dikorup, tinggal dalam ketakutan dan kecemasan, iblis akan menguasai mereka untuk mengutuk, mencerca, dan menghina kita. tetapi kita dengan rasa hormat dan percaya pada Sang Buddha, akan mengenakan tameng besi demi untuk mengkhotbahkan Sutra ini
Perihal penyebarluasan sutra ini, Buddha Sakyamuni sendiri telah meramalkan di dalam Bab XXIII Bodhisattva Baisyajaraja bahwa hukum ini akan tersebar luas di dalam 500 tahun yang terakhir setelah kemoksyaan Sang Buddha. Perihal 500 tahun yang terakhir ini, berarti masa 2000 tahun setelah kemoksyaan Sang Buddha (masa 500 tahun ke lima dari 5 kali 500 tahun) yang telah diterangkan di dalam sutra Mahasanghata. Masa ini disebut sebagai Masa Akhir Dharma, yaitu zaman sekarang ini dan berlangsung untuk selama-lamanya. Isi dari suatu sutra sudah tercakup pada judulnya. Hal ini sama seperti dengan mengatakan "Indonesia" kita bisa bercerita tentang segala sesuatu yang tercakup pada kata itu. Kata Indonesia itu mencakup gugusan pulau-pulau yang tak terhitung banyaknya, ratusan suku bangsa dan budayanya, fauna dan flora, serta lain sebagainya. Segala sesuatunya itu telah tercakup dalam kata Indonesia. Demikian pula, judul "Saddharmapundarika-sutra" telah mencakup isi sutra secara keseluruhan. Berdasarkan pemahaman ini Buddha Niciren merumuskan mantra Nammyohorengekyo, yang berasal dari kata Namas (memasrahkan/ manunggal) dan Myohorengekyo (Saddharmapundarika-sutra) sebagai pertapaan utama sekte Niciren Syosyu. Lebih lanjut lagi, mantra tersebut diwujudkan menjadi Mandala Pusaka Gohonzon sebagai pusaka pemujaan umat Buddha Niciren Syosyu. Tulisan Nammyohorengekyo - Niciren terletak di tengah-tengahnya. Jadi, jelas bahwa Mandala Pusaka Gohonzon yang diagungkan oleh umat Buddha Niciren Syosyu adalah perwujudan dari Saddharmapundarika-sutra yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Percaya kepada mandala ini dengan menyebut Nammyohorengekyo akan membawa orang kepada pencapaian kesadaran Buddha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Saddharmapundarika-sutra pada Masa Akhir Dharma ini telah diwujudkan menjadi mandala pusaka Gohonzon.